Alasan Puncak Gunung Bisa Bersalju

Alasan Puncak Gunung Bisa Bersalju

Sama seperti pilot, semakin tinggi kita mendaki gunung, tubuh akan menerima tekanan udara yang semakin rendah. Darah dan cairan dalam tubuh akan mengalir semakin cepat. Pada orang-orang tertentu hal ini akan mengakibatkan perubahan tekanan cairan dalam otak dan mengakibatkan gejala-gejala seperti mual (kadang disertai muntah), pusing, serta gangguan kesehatan lainnya dan gangguan orientasi. Hal ini kita kenal sebagai sebagai Altitute Sickness (Penyakit Ketinggian), yang terdiri dari Acute Mountain Sickness (AMS), High Altitude Pulmonary Edema (HAPE) dan High Altitude Celebral Edema (HACE). Banyak korban tewas digunung diakibatkan hal-hal tersebut. Kita di Indonesia tidak luput dari ancaman Altitute Sickness, karena ditenggarai bentuk serangan Penyakit Ketinggian yang paling ringan yaitu Mountain Sickness sudah mulai menyerang pada ketinggian 2.500 mdpl, padahal banyak gunung di Indonesia ketinggiannya melebihi angka tersebut.

Kemudian, apakah kamu pernah berpikir atau bertanya dalam hati mengapa puncak gunung bisa bersalju ?

sumber : rizqiaananda.wordpress.com
sumber : rizqiaananda.wordpress.com

Akibat perbedaan tekanan dan (radiasi) panas matahari, udara bergerak dari satu tempat ke tempat lain. Udara yang bergerak ini biasa kita sebut sebagai angin. Angin bergerak dari tempat yang bertekanan lebih besar ke daerah yang bertekanan lebih rendah. Didaerah pegunungan, udara dari lembah yang bergerak naik semakin tinggi otomatis menerima tekanan yang semakin rendah. Hal ini menyebabkan udara tersebut mengembang. Hal ini berlaku bagi semua udara termasuk yang berada di dalam bungkus makanan yang biasa kita bawa naik gunung dan juga udara di dalam perut kita. Jadi jangan heran kalau semakin tinggi kita mendaki gunung, perut terasa semakin “penuh” udara dan kita sering merasa (maaf) ingin kentut. Ini hal yang wajar, alamiah dan ilmiah.

Dalam proses mengembangnya, udara akan melepaskan energi panas. Ini selaras dengan Hukum Kekekalan Energi dan Thermodinamika. Semakin tinggi udara mengalir maka akan semakin mengembang, dan semakin banyak melepaskan energi panasnya. Hal ini mengakibatkan semakin naik, udara semakin dingin.

sumber : travel.kompas.com
sumber : travel.kompas.com

Atmosphere mempunyai Temperatur Gradient yang tetap sekitar 10 deg Celcius per 1000 meter vertical (di udara kering) dan sekitar 6 atau 7 deg Celcius di udara yang lembab. Misalkan kita berada di Basecamp dengan ketinggian 1200 mdpl dengan suhu sekitar 24 deg Celcius, maka bila kita naik ke puncak dengan ketinggian 3200 mdpl suhunya kurang lebih 4 deg Celcius pada saat musim kemarau. Bila kita naik pada musim penghujan, tentu dengan kondisi udara yang lebih lembab, maka suhu di puncak sekitar 10 – 12 deg Celcius. Tentu masih ada factor-faktor lain yang berpengaruh, tetapi secara umum Temperature Gradient bisa dijadikan pegangan.

Bagaimana dengan gunung-gunung yang sangat tinggi? Puncak Carztens Pyramid misalnya, dengan ketinggian 4884 mdpl, tidak heran kalau selalu diselimuti salju. Bila di Jakarta (anggap saja 10 mdpl) bersuhu rata-rata 30 deg Celcius maka suhu di Carztens layak selalu dibawah nol, bahkan di musim penghujan sekalipun.

Sumber :

http://wsumowijoyo.blogspot.co.id/2012/08/mengapa-puncak-gunung-bersalju.html