Mengenal Sosok Ebbie Vebri Andrian

Mengenal Sosok Ebbie Vebri Andrian

Nyaris Tewas, Tiga Hari Terombang-ambing di Laut Wakatobi
Mimpi Ebbie Vebri Adrian untuk mendokumentasikan keindahan alam Indonesia patut menjadi inspirasi. Sembilan tahun berkeliling tanah air dan menjual aset, dia akhirnya mampu mewujudkan impian: membuat buku fotografi tentang keindahan alam negeri.

 

Ebbie Vebri Adrian adalah satu dari banyak tokoh inspirasi yang berani mengambil keputusan ‘gila’. Ia keluar dari kotak nyaman, demi berkeliling Indonesia dan mengejar mimpi.

Siapa Ebbie Vebri Adrian? Ia adalah seorang lulusan ilmu komputer dan ilmu pemerintahan yang juga seorang wiraswasta dari Pagar Alam, Sumatera Selatan. Meninggalkan zona nyamannya, menjual aset-aset usahanya, menguras seluruh tabungannya, kemudian bertualang di dunia luar. Satu yang menjadi mimpinya: ‘menyusuri surga bernama Indonesia‘.

sumber : ebbie.net
sumber : ebbie.net

Ebbie suka membaca buku tentang alam Indonesia, namun itu tak membuatnya cukup puas. Ketidakpuasan Ebbie melihat buku-buku keindahan alam indonesia yang dirasa kurang lengkap dan bertolak belakang dari aslinya. Hal ini mengantarkannya untuk membuat keputusan melakukan petualangan besar. Menurutnya, buku-buku yang beredar, baru sekadar memajang sekumpulan foto bagus saja. Pun tentang buku wisata Indonesia yang dilihatnya, telah mengalami banyak perubahan. Hotel yang sudah tutup, tarif yang berbeda, informasi untuk mencapai suatu tempat yang mengharuskannya mendaki selama 3 hari ternyata sudah terdapat jalan mobil, atau tempat-tempat yang digambarkan sangat menarik namun kenyataannya ternyata biasa saja.

Dunia fotografi sebenarnya bukan bidang yang akrab digeluti Ebbie. Lulusan ilmu komputer dan ilmu pemerintahan itu sebenarnya lebih senang menjadi pengusaha. Dia memang memiliki usaha di kampung halamannya, Pagar Alam, Sumatera Selatan.

Namun, hobi pencinta alam dan membaca buku telah membawa pria 38 tahun tersebut untuk bertualang keliling Indonesia mengabadikan keindahan alam. Sembilan tahun dia blusukan dari satu destinasi ke destinasi lain untuk berburu objek foto.

’’Selain camping, caving, dan diving, saya hobi baca buku tentang Indonesia,” kata Ebbie saat ditemui Jawa Pos (grup Radar Lampung) akhir Desember 2014.

Ketika itu, dia menunjukkan buku hasil blusukan-nya, Indonesia A World of Treasure. Buku bersampul hitam itu berisi 1.300 foto yang bercerita tentang 1.000 destinasi wisata dari 34 provinsi di Indonesia. Buku tersebut cukup tebal, 543 halaman, dengan kualitas kertas yang luks. Di sampulnya, Ebbie mengajak pembaca untuk melakukan hal yang sama dengan yang dilakukannya: Jelajahilah Negerimu.

sumber : www.cnnindonesia.com
sumber : www.cnnindonesia.com

Hebatnya, meski tebal dan lumayan mahal, dalam waktu dua bulan sejak di-launching pada 10 November lalu, seribu eksemplar buku Ebbie langsung ludes. ’’Sekitar 950 eksemplar saya jual lewat Facebook. Sebanyak 50 buku lainnya saya bagikan kepada orang-orang dekat dan pihak-pihak yang berjasa atas terbitnya buku ini,” ujar pria yang masih melajang itu.

Berbagai buku tentang Indonesia yang dibaca Ebbie itulah yang membuatnya penasaran untuk bertualang keliling dari Sabang sampai Merauke. Sayangnya, kebanyakan buku itu adalah karya orang luar. Masih jarang buku bikinan orang Indonesia.

“Kalaupun orang Indonesia yang buat, rata-rata tematik. Misalnya, tentang pantai atau heritage saja. Kenapa tidak ada yang membuat buku foto tentang Indonesia secara luas?” ujarnya.

Rasa penasaran Ebbie memuncak pada 2004 sehingga membuatnya mengambil keputusan besar yang mungkin sulit dilakukan orang kebanyakan. “Saya jual aset, kuras tabungan, bahkan menjual usaha yang sudah jalan. Saya ingin membuat buku tentang Indonesia,” ungkapnya.

Keputusan Ebbie itu memunculkan pertentangan di internal keluarga. Sang ayah, Adnan Amir, adalah yang pertama menentang keputusan Ebbie tersebut. Sebab, kala itu Ebbie sudah memiliki usaha sendiri yang cukup sukses.

“Ayah bilang, saya ini gila. Sebab, usaha saya saat itu sudah menghasilkan pendapatan yang tidak sedikit,” ujar Ebbie tanpa bersedia menyebutkan jenis usahanya tersebut.

Meski ditentang sang ayah, Ebbie tetap kukuh pada keputusannya. Dia lalu melakukan hal-hal yang “tidak masuk akal” untuk mengejar impiannya membuat buku fotografi tentang Indonesia itu. “Sayang, ayah tidak sempat menyaksikan karya saya ini. Beliau keburu meninggal pada akhir 2005,” katanya.

Petualangan Ebbie dimulai pada Januari 2005. Dia mengawalinya dari nol. Sebab, dia sama sekali tidak memiliki latar belakang keahlian fotografi. Karena itu, hal pertama yang dilakukan adalah membeli kamera, lalu mempelajari lewat manual book-nya. Tapi, baru enam bulan kemudian, dia mulai mengerti teknik fotografi, mulai komposisi, pencahayaan, dan sebagainya.

Selama berkeliling Indonesia itu, Ebbie dituntut pandai-pandai memanajemen segala kebutuhannya, terutama keuangan yang terbatas. Dia tidak tahu jumlah uang yang dikeluarkan selama sembilan tahun petualangannya.

“Yang jelas, miliaran rupiah. Selain untuk kebutuhan sehari-hari, saya harus sewa kapal, beli alat-alat, bodi kamera, dan lain-lain,” ujarnya. Selama sembilan tahun berkeliling Indonesia, Ebbie tercatat membeli sembilan bodi SLR, beberapa pocket camera, serta belasan lensa.

Empat tahun petualangannya, Ebbie kehabisan uang. Untungnya, sang ibu, Dewi Warni, mau men-support aktivitas anak sulungnya tersebut. Selain itu, foto-foto karya Ebbie mulai laku. Sejumlah perusahaan nasional memanfaatkan karya Ebbie untuk media promosi.

sumber : www.purwoshop.com
sumber : www.purwoshop.com

“Kami sekeluarga pusing kalau mikir duitnya. Yang penting bukunya kini sudah jadi,” ujar kakak Dina Adelina dan Robi Ferdian tersebut sambil menepuk-nepuk buku karyanya.

“Keraton Buton sudah masuk Guinness Book of World Record sejak 2006,” ujarnya. Tidak hanya itu, Indonesia juga memiliki gugusan atol atau karang terbesar ketiga di dunia, yakni di Takabonerate.

Ebbie menyatakan, selama hampir satu dasawarsa bertualang, bukunya nyaris tidak lengkap. Hingga tujuh tahun petualangannya, ada satu fenomena unik di Indonesia yang belum bisa didokumentasikan. Yakni, puncak Cartenz di pegunungan Jaya Wijaya, Papua.

“Masih ada lembaran kosong di buku saya jika Jaya Wijaya tidak masuk,” ujarnya.

Bukannya dia tidak mampu menuju ke sana. Namun, wilayah Jaya Wijaya merupakan bagian dari eksplorasi tambang PT Freeport. Ebbie sudah berusaha meminta izin berkali-kali ke Freeport, namun selalu gagal.

“Saat sesi istirahat, saya punya kesempatan untuk mendekati Pak Wahyu. Saat itulah saya mendapat izin untuk memotret Jaya Wijaya,” ujar Ebbie gembira.

Bukan hanya izin, Ebbie juga mendapat fasilitas istimewa dari Freeport berupa helikopter. Dengan heli itu, dia leluasa menjelajahi puncak Cartenz. “Kebetulan, cuaca saat itu bagus. Langit biru. Alhamdulillah, kan,” ujarnya senang.

Sembilan tahun berkeliling Indonesia, dia menyatakan empat kali akan dirampok. Untungnya, semua gagal. Ebbie juga pernah kehilangan sebagian data foto hasil kerja kerasnya lantaran hard disk-nya rusak dan tidak bisa di-recovery.

“Saya kehilangan foto sekitar 10 provinsi sampai hampir putus asa rasanya. Terpaksa saya ulangi yang hilang itu,” tuturnya.

Selain kehilangan data, pengalaman yang tidak terlupakan dialami saat mendokumentasikan keindahan Wakatobi, Sulawesi Tenggara. ’’Saya dua kali ke Wakatobi. Dua kali pula hampir mati,” ujarnya.

Pengalaman pertama ke Wakatobi adalah pada 2008. Saat itu, setelah selesai memotret, Ebbie bersiap pulang dengan menyewa kapal nelayan menuju Baubau. Namun baru dua jam perjalanan, mesin kapal yang ditumpangi rusak. Di tengah laut, Ebbie terombang-ambing selama tiga hari tiga malam tanpa makanan.

’’Untungnya, pada hari ketiga, ada kapal nelayan lain yang lewat. Saya dan nelayan yang membawa saya diselamatkan. Kalau tidak, mungkin saya sudah mati,” kenangnya.

Pengalaman kedua terjadi pada 2012. Kala itu, Ebbie sudah mempersiapkan diri lebih baik dengan menyewa perahu yang dilengkapi lima mesin. Namun malang, setelah memotret sunset di Bukit Tomeya, dia mengalami kecelakaan. Motor yang ditumpangi bersama seorang dive master terperosok saat menuruni bukit. Dia mengalami luka parah di tangan dan kaki.

’’Seminggu saya bed rest di rumah sakit. Untung masih selamat. Kamera saya juga selamat,” imbuhnya.

sumber : eventgoumn.wordpress.com
sumber : eventgoumn.wordpress.com

 

Ebbie bangga akhirnya bisa meluncurkan buku foto tentang Indonesia itu. Namun, dia belum puas. Dia merasa baru sebagian kecil Indonesia yang sudah terjamah.

“Indonesia punya 17.508 pulau. Saya baru masuk 300-an di antaranya. Begitu pula di antara lebih dari 5.000 destinasi, saya baru masuk di 2.500 tempat. Sampai tua pun sepertinya tidak akan selesai,” ujarnya menggambarkan.

Namun, untuk petualangan berikutnya, Ebbie mengungkapkan tidak perlu mengeluarkan biaya sendiri lagi. Sebab, sejumlah sponsor menyatakan bersedia membiayai proyek “tidak masuk akal” Ebbie selanjutnya.

’’Saya akan kembali mengelilingi Indonesia. Tetapi tidak hanya melalui foto, melainkan juga video. Tujuannya, mengedukasi masyarakat betapa indahnya negeri ini,” tandas dia

sumber : http://phinemo.com/ebbie-vebri-adrian-9-tahun-keliling-indonesia-demi-tampilkan-surga-bernama-indonesia-dalam-buku/

http://ebbie.net/2015/03/05/ebbie-vebri-adrian-sembilan-tahun-bertualang-demi-buku-fotografi-indonesia/#more-248